Manusia adalah makhluk yang selalu terancam oleh hawa nafsu
dan syahwat yang mengintai dan siap menyeretnya kekubangan maksiat lalu kita
tau cerita selanjutnya, yaitu dosa terjadi dan penyesalan menumpuk. Sedangkan
perbutan maksiat hanya akan menjerumuskan kita kedalam kehinaan dan kenistaan
hidup didunia dan diakhirat. Wahai jiwa yang senantiasa bergelimang maksiat,
tidak ada yang bisa membersihkan dosamu kecuali dengan kembali kepada Rabbmu
Sang Maha Pengampun dan Pengasih lagi Penyayang. kembalialah kepada-Nya dengan
beristighfar dan bertaubat dengan sepenuh hati dan jiwamu. Sesungguhnya amalan
kita sajalah yang dapat menyelamatkan kita dari azab kubur dan siksa akhirat
dan semua atas kehendak Allah Ta'ala dan rahmat-Nya untuk kita semua. Semua
orang pasti berbuat dosa dan kesalahan, dan yang terbaik adalah yang bertaubat,
mari kita simak kisah ulama besar Malik bin dinar -Rahimahullah- yang meninggal
sekitar 130H/748M. Semoga kita bisa mengikuti jejak beliau untuk menepaki
shiratul mustaqim.
Malik bin Dinar berkata "kehidupan dimulai dengan
kesi-sian, tidak ada satu kedzaliman dan kemaksiatan pun kecuali telah aku
lakukan, hingga manusia tidak menghargai aku karena kebejatanku"
Pada suatu malam beliau bermimpi, Beliau mengisahkan
"aku bermimpi aku melihat hari kiamat, matahari menjadi gelap lautan
berubah menjadi api dan bumipun bergoncang, manusia berkumpul pada hari kiamat,
dan mereka berada dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada
diantara mereka dan mendengar seorang penyeru memanggil fulan bin fulan,
kemari! Mari menghadap Al-Jabbar. Aku melihat sifulan tersebut berubah wajahnya
menjadi sangat hitam karena ketakutan, hingga aku mendengar namaku dipanggik
"mari menghadap Al-Jabbar.
Kemudian hilanglah seluruh orang dari sekitarku,
seakan-akan tidak ada seorangpun dipadang masyar. Lalu aku melihat seokor ular
besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya.
Akupun berlari kerena ketakutan hingga aku bertemu seorang lelaki tua yang
lemah dan meminta pertolongan kepadanya, "Hai selamatkan aku dari ular
ini!" dia menjawab "Wahai anakku, aku lemah, aku tak mampu tetapi
berlarilah ke arah ini semoga kamu selamat" Aku pun berlari kearah yang
dia tunjuk, sementar ular tersebut berada tepat di belakangu. Namun, tiba-tiba
aku melihat api dihadapanku. "Apakah aku melarikan diri dari seekor ular
dan menjatuhkan diri kedalam api?" kataku dalam hati. Aku pun berlari lagi
dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada orang
tua yang lemah tersebut seraya berkata "Demi Allah wajib atas mu menolong
dan menyelamatkanku!" maka dia menangis karena iba melihat keadaanku
seraya berkata"Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu
melakukan sesuatu pun, akan tetapi larilah kearah gunung itu mudah-mudahan
engkau selamat!"
Maka aku lari menuju
gunung itu sementara ular hampir mematukku, kemudian aku melihat diatas gunung
tersebut terdapat anak-anak kecil dan aku mendengar mereka berteriak “wahai
Fatimah! Tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!” saat itu aku sadar bahwa dia adalah
putriku yang telah meninggal pada usia tiga tahun, dialah yang akan
menyelamatkan ku dari keadaanku. Dia memegangku dengan tangan kanannya, dan
mengusir ular itu dengan tangan kirinya, sementara aku seperti mayat karena
sangat ketakutan, kemudian dia duduk dipangkuanku seperti dulu didunia. Dia berkata
padaku “wahai ayah,Belumkah datang waktunya bagi orang-orang beriman untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah”. (QS.Al-Hadid:16).
Aku berkata “wahai
putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu? Dia meneragkan “itu adalah
amal keburukanmu. Engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga ia hampir
memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal didunia akan
dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah
tersebut adalah amal shalihmu. Engkau telah melemahkannnya, hingga ia menangis
melihat kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya
saja aku tidak meninggal saat masih kecil, maka tidak ada yang akan memberi
manfaat bagimu. “beliau melanjutkan, “aku terbangun dari tidurku dan berteriak,
wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku. Ya, ‘belumkah datang waktunya bagi
orang-orang beriman untuk tunduk hati mereka kepada Allah.’ Lantas aku mandi
dan keluar untuk shalat shubuh dan ingin segera bertaubat kembali kepada Allah
Azza wa Jalla”.
(Rujukan : Terapi Tahajjud 90 Hari Tanpa Henti
karya Abu Muhammad Al Isfary dan Ya Allah Ampuni Aku karya Zaenal Abidin
binsyamsudin)
No comments:
Post a Comment